Rabu, 03 Oktober 2012

CONTOH TULISAN ILMIAH POPULER


CONTOH TULISAN ILMIAH POPULER 
Biogas, sumber energi ramah lingkungan

Dengan semakin majunya peradaban manusia akan menuntut semakin banyak aktifitas manusia yang akan dilakukan di muka bumi demi tujuan pemenuhan kebutuhan hidup. Hampir semua aktifitas tersebut menyebabkan penambahan emisi gas rumah kaca. Akibat penggunaan bahan bakar fosil dalam jangka panjang ternyata telah memberikan akibat negatif terhadap kehidupan di dunia. Hasil penelitian dari sekelompok peneliti di bawah naungan Badan Peserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Panel Antar pemerintah Tentang Perubahan Iklim, menyebutkan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam telah menyumbangkan cukup besar pencemaran gas efek rumah kaca yaitu karbondioksida ke atmosfer bumi yang mempunyai pengaruh besar dalam proses pemanasan global.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menghambat pemanasan global yang telah diikrarkan dalam “Protokol Kyoto” tahun 1997 adalah mengurangi emisi gas efek rumah kaca. Bioenergi menjadi salah satu hal yang dapat dikembangkan sebagai sumber energi pengganti yang ramah lingkungan dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas.
Bioenergi selain dapat dihasilkan dari tanaman yang memang sengaja dibudidayakan untuk produksi bioenergi juga dapat diusahakan dari pengolahan limbah yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia. Sehingga, diharapkan selain dapat mengurangi emisi gas efek rumah kaca juga mengurangi masalah lingkungan dan meningkatkan nilai dari limbah itu sendiri. Dan salah satu limbah yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia adalah limbah dari usaha peternakan sapi yang terdiri dari feses, urin, gas dan sisa makanan ternak.
Limbah peternakan khususnya ternak sapi merupakan bahan buangan dari usaha peternakan sapi yang selama ini juga menjadi salah satu sumber masalah dalam kehidupan manusia sebagai penyebab menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran lingkungan, menggangu kesehatan manusia dan juga sebagai salah satu penyumbang emisi gas efek rumah kaca. Pada umumnya limbah peternakan hanya digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Untuk itu sudah selayaknya perlu adanya usaha pengolahan limbah peternakan menjadi suatu produk yang bisa dimanfaatkan manusia dan bersifat ramah lingkungan.
Pengolahan limbah peternakan melalui proses fermentasi perlu digalakkan karena dapat menghasilkan biogas yang menjadi salah satu jenis bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha bagi peternak karena produknya terutama pupuk kandang banyak dibutuhkan masyarakat.
Sumber daya energi mempunyai peran penting dalam semua aspek pembangunan ekonomi nasional. Energi diperlukan untuk pertumbuhan kegiatan industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang untuk mendukung pertumbuhan sektor industri dan kegiatan lain yang terkait. Meskipun Indonesia adalah salah satu negara penghasil batu bara, minyak bumi dan gas, namun dengan berkurangnya cadangan minyak dan penghapusan subsidi menyebabkan harga minyak naik dan kualitas lingkungan yang menurun akibat penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan.

Pemanasan global memberikan dampak sangat buruk pada keseimbangan kehidupan manusia antara lain menyebabkan iklim tidak stabil, peningkatan suhu permukaan laut, suhu keseluruhan dunia akan cenderung meningkat, gangguan tersebut berdampak pada kehidupan sosial masyarakat.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, ketergantungan terhadap sumber energi tidak dapat dihindarkan, dengan semakin majunya peradaban manusia maka kebutuhan akan sumber energi dalam setiap sektor kehidupan sangatlah besar. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar minyak sangatlah besar. Semakin melambungnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akibat tingginya harga BBM di pasar dunia sangat memberatkan masyarakat terutama bagi masyarakat yang berada di daerah pedalaman yang merupakan kantong-kantong masyarakat miskin karena harga BBM di lokasi ini bisa naik 2 – 8 kali lipat lebih tinggi dari harga di perkotaan. Belum lagi masalah BBM selesai, masalah listrik mencuat pula. Pemadaman listrik bergiliran menjadi konsumsi masyarakat di beberapa daerah. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dihadapkan kepada masalah kesulitan membeli batu bara sebagai bahan bakar penggerak pembangkit listrik yang dimiliki oleh PLN. Kelangkaan batu bara untuk usaha listrik ini terjadi karena produksi batu bara Indonesia yang melimbah sebagian besar justru diekspor ke luar negeri.

Sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dengan mengembangkan sumber energi pengganti yang ramah lingkungan dan terbarukan. Salah satu jenis bahan bakar pengganti yang dimaksud adalah bioenergi. Bioenergi selain bisa diperbaharui bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengurangi efek rumah kaca dan terus-menerus bahan baku cukup terjamin. Bahan baku bioenergi dapat diperoleh dengan cara sederhana yaitu melalui budidaya tanaman penghasil biofuel dan memanfaatkan limbah yang ada di sekitar kehidupan manusia.

Indonesia memiliki banyak sumber daya alam hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bionergi. Pengembangan bioenergi sebagai sumber energi pengganti sangat cocok digunakan karena didukung dengan oleh ketersediaan lahan yang mencukupi untuk membudidayakan tanaman dan ternak penghasil biofuel. Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian. Kondisi ini memungkinkan untuk pengusahaan berbagai jenis tanaman,termasuk komoditas penghasil bioenergi. Dan beberapa bahan baku bioenergi adalah kelapa sawit, sagu, kelapa, ubi kayu, jarak pagar, tebu, jagung dan limbah peternakan.

Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas meta Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses fermentasi. Biogas yang terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan dalam persentase yang cukup tinggi.

Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pengganti dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga kehidupan hutan terjaga. Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.

Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan kerena produksi biogas peternakan ditunjang oleh kondisi yang memungkinkan dari perkembangkan dunia peternakan sapi di Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG, premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah mendorong pengembangan sumber energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Peningkatan kebutuhan susu dan pencanangan swasembada daging tahun 2010 di Indonesia telah merubah pola pengembangan agribisnis peternakan dari skala kecil menjadi skala menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang koperasi susu, peternakan sapi pedaging melalui kerjasama dengan perkebunaan kelapa sawit dan sebagainya. Kondisi ini mendukung ketersediaan bahan baku biogas secara terus-menerus dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas.

Ada beberapa keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas yaitu, mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara (bau), memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat digunakan sebagai energi pengganti untuk keperluan rumah tangga, mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan peternak, melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses listrik. melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan ini sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih.

Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi biogas yaitu:

1. Ketersediaan ternak
Jenis jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak. Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi; serta unggas.
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor babi, atau 400 ekor ayam.

2. Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 400 ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.

3. Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi maksimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.

4. Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).

5. Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya. Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.

6. Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, jumlah pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 2. Pada peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai. Jumlah pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2 hari sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau melalui saluran.

7. Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi dari sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup di lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing (kascing).

8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak, menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll. Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses sanitasi sapi perah. Pemanfaatan energi ini dapat maksimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor biogas dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.

9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya tergolong sederhana yaitu untuk pupuk cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi peternak.

10. Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air, air dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah pengelolaan dan perawatan instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan untuk membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan /perawatan instalasi biogas.

Indonesia sangat baik dalam pengembangan biogas, pada umumnya peternak sapi di Indonesia mempunyai rata- rata 2 – 5 ekor sapi dengan lokasi yang tersebar tidak berkelompok. Sehingga penanganan limbahnya baik itu limbah padat, cair maupun gas seperti kotoran maupun sisa pakan dibuang ke lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran. Pengolahan limbah secara sederhana hanya dengan pemanfaatannya sebagai pupuk alami.
Diketahui sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa kotoran lebih kurang 25 kg per hari. Dan apabila tidak dilakukan penanganan secara baik maka akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan udara, tanah dan air serta penyebaran penyakit menular. Sehingga sangat diperlukan usaha untuk mengurangi dampak buruk dari kegiatan peternakan sapi salah satunya dengan melakukan penanganan yang baik terhadap limbah yang dihasilkan melalui biogas. Hasil biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi tersebut setara dengan 1-2 liter minyak tanah/hari. Dengan demikian keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan minyak tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1-2 liter/hari.
Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi pengganti sangat memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga bahan bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya. Besarnya limbah biomassa padat di seluruh Indonesia seperti kayu dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan; limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda. Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana saja selama tersedia limbah yang akan diolah dan cukup air. Di negara maju perkembangan teknologi biogas sejalan dengan perkembangan teknologi lainnya. Untuk kondisi di Indonesia, teknologi biogas dapat dibangun dengan kepemilikan kelompok dan dipelihara secara bersama.
Beberapa alasan mengapa biogas belum disukai penggunaannya di kalangan peternak atau kalaupun sudah ada banyak yang tidak lagi beroperasi, yaitu kurang sosialisasi, teknologi yang diterapkan kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang seksama dan kurangnya pengetahuan para petani tentang pemeliharaan limbah. Teknologi biogas dapat dikembangkan dengan menggunakan teknologi yang sederhana dengan bahan-bahan yang tersedia di pasaran lokal. Energi biogas juga dapat diperoleh dari air buangan rumah tangga, kotoran cair dari peternakan ayam, babi, sampah organik dari pasar, industri makanan dan sebagainya.
Disamping itu, usaha lain yang dapat bergerak dengan kegiatan ini adalah peternakan cacing untuk pakan ikan/unggas, industri tahu/tempe dapat menghasilkan ampas tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan limbah cairnya sebagai bahan input produksi biogas. Industri kecil pendukung juga dapat berkembang, seperti industri bata merah, industri kompor gas, industri lampu penerangan, pemanas air dan sebagainya. Sehingga pengembangan teknologi biogas secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pada industri kecil berbasis pengolahan hasil pertanian dapat memberikan manfaata dan dapat menjadi penggerak pembangunan pedesaan.


Minggu, 08 April 2012

Dampak desentralisasi kehutanan terhadap keuangan daerah

Tugas Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi
Nama : VANY SEPTRIANA
NPM : 28210351
Kelas : 2EB20
Dosen : Ibu Yunni Yuniawaty
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi

TUGAS 5 :  Dampak desentralisasi kehutanan terhadap keuangan daerah

 
Desentralisasi dibidang kehutanan merupakan upaya pelimpahan wewenang dan urusan dari pemerintah pusat kepada kepala daerah provinsi dan kabupaten . Dengan mendekatnya proses pengambilan kebijakan dengan sumber daya dan masyarakat lainnya yang secara langsung mendapatkan dampaknya , diharapkan bisa mewujudkan pengelolaan  hutan lestari , adil dan demokratis serta membantu mengeluarkan masyarakat setempat dari jerat kemiskinan . kebijakan otonomi diharapkan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sumberdaya hutan dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat setempat dalam memperoleh akses dan manfaat sumberdaya hutan .
Contohnya kebijakan era otonomi daerah di kabupaten bulungan belum menunjukan hasil yang diharapkan . Disatu sisi ketidakjelasaan definisi kewenangan administratif dan pemahaman yang belum sama antara pemerintah pusat , provinsi dan kabupaten terhadap desentralisasi cenderung masih menghambat efektivitas pelaksanaan pembangunan kehutanan daerah . Namun demikian , seiring hal tersebut timbul sesuatu kekhawatiran akan semakin luasnya hutan yang terdegadrasi akibat pemanfaatan hutan yang tidak memperhatikan kaidah kelestarian . Walaupun masyarakat setempat adalah sasaran utama dalam pemberdayaan di era otonomi daerah , pada kenyataannya masyarakat setempat belum memperoleh manfaat yang wajar dan berkesinambungan .

Penyelesaian
Pemerintah seharusnya segera memperjelas kewenangan dan tanggung jawab antara instansi kehutanan ditingkat pusat ,provinsi dan kabupaten . Mekanisme pelaporan dan hirearki pertanggungjawaban dan penilaian berdasar kinerja didalam pengelolaan dan pengurusan hutan perlu dibangun . Selain itu masyarakat local harus dilibatkan dan diberdayakan didalam penyusunan kebijakan . Sebelum kebijakan yang melibatkan dan berdampak pada masyarakat yang dikeluarkan,kemampuan masyarakat dan kemungkinan dampak yang akan muncul perlu lebih diperhatikan dan diantisipasi . Pemerintah harus memperhatikan aturan-aturan mekanisme yang lebih jelas terutama terkait dengan manfaat sumber daya sehingga ada pembagian yang lebih adil antara masyarakat dan mitranya . 


Korupsi sebagai pelanggaran Hak Ekonomi Sosial dan Budaya

Tugas Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi
Nama : VANY SEPTRIANA
NPM : 282102351
Kelas : 2EB20
Dosen : Ibu Yunni Yuniawaty
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi

TUGAS 4 :  Korupsi sebagai pelanggaran Hak Ekonomi Sosial dan Budaya 



Korupsi sebagai pelanggaran Hak Ekonomi Sosial dan Budaya

Dari semua kualifikasi dijelaskan di atas untuk melihat apakah dalam kasus-kasus korupsi telah terjadi pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, penulis mengunakan 2 alasan, yaitu belum adanya instrumen hukum yang cukup memadai untuk mencegah perbuatan korupsi dan yang kedua adalah dengan melihat dampak korupsi di masyarakat.

Pada alasan yang pertama, tindakan yang selalu dilakukan oleh pemerintah (negara) adalah memberantas korupsi, artinya yang di utamakan adalah tindakan represif, begitu perbuatan korupsi terjadi maka aparat penegak hukum langsung bertindak. Hal ini bisa dilihat dari munculnya UU Korupsi dan UU Komisi Pemberantasan Korupsi, yang memiliki tugas begitu luas dalam menyelidiki kasus hingga menuntutnya ke pangadilan. Padahal kasus korupsi tidak saja menyangkut pelanggaran pidana, tapi juga menyangkut pelanggaran administrasi dalam pelayanan publik, yang setiap hari dirasakan oleh masyarakat secara langsung.

Tindakan represif oleh negara justru tidak menimbulkan dampak yang berarti bagi bagi masyarakat banyak, ia hanya berdampak bagi pelaku dan keluarganya. Tindakan represif justru melahirkan modus baru dalam perbuatan korupsi, yang jauh lebih sulit untuk dibuktikan. Pada konteks ini sesungguhnya hukum pidana hanya berguna sebagian untuk memberikan efek jera bagi pelakunya, sementara yang menyangkut sistem dalam birokrasi pemerintahan harusnya diupayakan dengan pendekatan atau cara yang berbeda.

Disinilah kemudian dibutuhkan tindakan preventif, yang menyangkut perbaikan sistem dalam birokrasi pemerintahan, dari yang paling atas hingga yang paling bawah dalam semua kekuasaan (Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif), yang justru manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat banyak. Aturan hukum yang seperti inilah yang tidak dimiliki bangsa ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini sesungguhnya negara telah melakukan pelanggaran HAM, karena membiarkan perbuatan korupsi terus terjadi, tanpa membuat aturan hukum yang mampu mencegah perbuatan tersebut.

Alasan yang kedua adalah dengan melihat dampak yang ditimbulkan oleh korupsi, yang dirasakan di hampir semua lapisan masyarakat. Bagi kalangan pengusaha korupsi menyebabkan persaingan yang tidak kompetitif antar pengusaha karena semua proses harus melalui uang pelicin dan memerlukan waktu yang lama. Bagi masyarakat bawah korupsi justru menimbulkan biaya hidup yang lebih tinggi, harga-harga menjadi mahal akibatnya muncul banyak pengemis, penganguran, pemerasan, hingga pembunuhan yang sumber utamnya adalah duit, hanya dengan satu alasan untuk hidup. Belum lagi jika dikaitkan dengan persoalan dasar masyarakat yaitu pendidikan dan kesehatan, akan terbentang bagaimana dampak korupsi, melahirkan generasi bodoh, yang putus sekolah dan sakit-sakitan.

Inilah yang menyebabkan korupsi dikualifikasikan sebagai pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya karena perbuatan ini justru mendatangkan penderitaan bagi masyarakat banyak dan jika perbuatan ini terus menerus terjadi, bukan tidak mustahil akan mendatangkan tragedi kemanusiaan, yang berujung pada kejahatan kemanusaian. (Imran/Staf Pusham-UII)
http://www.pushamuii.org/index.php?lang=id&page=caping&id=15